Profil Bambang Sudarsono

Lahir bernama lengkap Bambang Sudarsono, tahun lalu di Sidoarjo. Biasanya akrab dengan panggilan mas Bambang. Menikah dengan Erma Innawati, akrab dengan panggilan mbak Ima, dan dikaruniai satu putra yaitu Usaid Muhammad Fawwaz, biasa di panggil Fafa.

Mas Bambang menempuh pendidikan Diploma 3 Fisioterapi di Universitas Airlangga Surabaya, sempat menempuh pendidikan S-1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang.

Sejak tahun 1996, mas Bambang bekerja sebagai Fisioterapis di Solo, terutama untuk kasus orthopedi (bedah tulang) dan neurologi (saraf).

Sejak bangku sekolah aktif berorganisasi. Menjadi pengurus OSIS SMA, menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Fisioterapi, menjadi pengurus musholla kampus adalah keseharian mas Bambang ketika menempuh jenjang pendidikan.

Aktif di Partai Keadilan Sejahtera sejak awal pendirian Partai Keadilan, cikal bakal Partai Keadilan Sejahtera. Mas Bambang pernah mengemban amanah di Bidang Politik dan Hukum, pernah di beri amanah Ketua DPC PKS Pasar Kliwon, dan sekarang aktif di Bidang Kaderisasi DPD PKS Solo.

Aktivitas sosial kemasyarakatan adalah bagian keseharian mas Bambang. Menjadi pengurus RT, aktif di kegiatan RW, menjadi takmir masjid, aktif di pengajian, aktif di kegiatan PHBN dan PHBI adalah kesibukan sosial kemasyarakatan mas Bambang.

Prinsip hidup mas Bambang adalah kesederhanaan dan ngrampungi gawe. Selesaikan persoalan dengan cara sederhana, dan berusaha untuk menuntaskan gawe.

Prinsip hidup inilah yang di pegang mas Bambang ketika mendapat amanah menjadi caleg DPRD Kota Solo dari Daerah Pemilihan Pasar Kliwon dan Serengan pada pemilu 2014.

Beringas

Beringas
Kata beringas ini bukan bermakna mempunyai seperti berkumis, atau memakai seperti bersepatu. Saya ya ndak tau, masak ada kata dasar ingas.
Tapi kata ini kita semua paham dari kejadian dan pemberitaan. Mengacu pada tindakan membabi buta, merusak, memukuli tak kenal ampun, yang di lakukan sekelompok orang. Sampai ada kosa kata baru, di massa. Ini berarti di jotosi orang banyak.
Saya kira, beringas ini adalah ujud emosi tak terkontrol masyarakat kita. Yang saya kira perlu kita perhatikan, adalah sebab beringas ini muncul di tengah tengah kita semua. Masyarakat beradab dan berkebudayaan ad luhung, Indonesia tercinta. Ini sekedar pengamatan model amatiran, tanpa penelitian dan studi pustaka, seperti para ahli di tivi atau kementerian itu.
Pertama, ini cermin stres masyarakat kita tinggi. Anyel banget pada para pelaku kejahatan ndak kapok kapok, dan aparat yang berwenang ndak mampu menekan tingkat kejahatan di tengah masyarakat. Tangani sendiri saja. Resiko pikir belakangan.
Kedua, ini cermin ketidak percayaan masyarakat pada sistem hukum dan peradilan kita. Pelaku kriminal di penjara tapi tidak jera. Apalagi beredar berita dan citra kurang sedap para aparat penegak hukum kita. Tangani sendiri saja. Resiko pikir belakangan.
Yang pertama, atau kedua, sama saja. Bahaya. Sekali lagi, bahaya.
Usul saya yang rakyat jelata, dan hanya bisa usul lewat tulisan, mohon perhatian para pemimpin, ilmuwan, dan para pemuka. Poro pinunjuling projo, rojo tamtono soho sarjono.
Atau kita memang ingin begini saja. Asyik tho, bisa merusak memukuli orang sesukanya. Dan budaya adi luhung hanya ada di bibir saja.

Logika

Logika


Terakhir, kita seolah di hadapkan pada logika, cara berfikir, yang kelihatannya masuk akal.
Ini contohnya :
Prostitusi sulit di hilangkan. Mulai dari pinggir jalan, sampai online. Agar tidak menimbulkan resiko aids, harus di atur, di kendalikan, di awasi. Caranya, kumpulkan saja, kasih aturan ketat. Lokalisasi. Tampaknya masuk akal. Lha wong nyatanya selama ini ya begitu, sulit di kendalikan.
Lagi. Miras sulit di hilangkan. Dari dulu memberantas miras ndak pernah berhasil. Malah korban tewas akibat minum oplosan marak di mana mana. Pembatasan miras malah menimbulkan mafia miras. Minimarket di larang jualan bir, di protes pengusaha dan para konsumennya.Di legalkan saja, tapi di atur. Kasih pajak yang tinggi.
Lagi. Bagi bagi uang pas pemilu sungguh sulit di hilangkan. Wong ya rakyatnya ya mau mau saja di kasih uang. Di legalkan saja, tapi di di atur tidak boleh lebih dari 5 ribu.
Mungkin masih banyak lagi yang lain. Logika yang bersliweran di publik. Hal yang tampaknya masuk akal.
Komentar saya, seperti wong jowo yang lagi kepepet. Ngono yo ngono, ning ojo ngono.
Logika itu ya boleh boleh saja, setiap orang ya boleh punya pendapat atau usulan. Tapi, apa ya harus seperti itu?
Tampaknya kita perlu berembug lagi untuk mengatur negeri ini. Katanya kita ini bangsa beragama, bangsa beradab. Ada seribu satu cara untuk menyelesaikan persoalan. Tidak segera menyerah pada logika yang 'kelihatannya masuk akal' tadi. Lha di mana aturan agama dan keberadaban kita?
Di sekolahan kita di ajari model pemecahan masalah, mulai dari korelasi, diagram tulang ikan yang apa namanya itu. Berbagai imu sosialpun ada, sosiologi, kriminologi, dan berbagai ilmu yang canggih canggih.
Ayuh, mari jadi wong Indonesia. Kita mulia karena agama, bukan karena logika yang 'kelihatannya masuk akal'.

Nemu


Tak sengaja, kita sering menemukan sesuatu di jalan. Mungkin uang, dompet, pulpen, hanpon, bahkan burung bagus yang lepas dari sangkar. Biasa itu.
Masalahnya, kita kemudian menyangka, kalau nemu, berarti otomatis menjadi milik kita. Saya kira, ini sebabnya karena :
Pertama, kita merasa eman eman. Kalau ndak kita ambil eman eman. Apalagi kalau barang yang kita temukan, ada di tengah jalan raya. Eman eman kalau kepidak kendaraan. Begitu niat kita. Sampai disini, mungkin niat kita masih bagus. Tapi hati hati.
Kedua, rasa ingin memiliki. Karena barang yang kita temukan itu bagus, atau bernilai, kadang terbersit dalam hati kita, kesempatan nih...kapan lagi punya barang gratisan kalau ndak nemu begini... Lha...hati hati kalau sudah begini.
Kita ketika menemukan sesuatu, kadang sulit membayangkan susahnya yang kehilangan barang. Kalau barang itu tak punya nilai, seperti sim, ktp, stnk, ijasah...setan ndak akan ngiming imingi kita. Tapi, kalau barang itu mempunyai nilai jual, atau berharga... wah...itu yang perlu kita hati hati.
Pernah suatu ketika, hanpon saya jatuh. Yang menemukan begitu berbaik hati, menghubungi salah satu nomer telpon di phone book, dan itu nomer hanpon saya yang lain. Sampai sekarang, saya masih mengingat kebaikan bapak ini.
Mungkin ini akhlak sederhana, tapi akhlak mulia adalah kumpulan dari akhlak sederhana pada seseorang, dan di jadikan sebagai kebiasaan, dan jadilah karakter. Akhlak mulia. Kalau sudah begini, bukankah ini karunia yang di berikan Allah Taala pada seseorang.
Dan kita semua bisa, memulai dari yang sederhana.

Keset


Benda ini ada hampir di setiap rumah atau kantor. Bahasa inggrisnya di plesetkan welcome. Fungsinya jelas, untuk membersihkan kaki atau alas kaki, sebelum kita memasuki rumah atau kantor.
Tapi, saya lihat, fungsi keset ini ada perubahan. Menjadi penanda kapan alas kaki harus di lepas. Ini terutama, untuk tempat yang membutuhkan alas kaki harus di lepas. Sederhana, simple, fungsional. Ada keset, berarti alas kaki mohon di lepas, sambil kita keset di situ.
Tapi ternyata ada efek sampingnya. Karena menjadi penanda, di atas keset justru bertumpuk alas kaki. Walhasil, kalau kita akan keset di situ, bukan kaki kita yang akan jadi bersih, malah sebaliknya.
Ternyata urusan 'penyalahgunaan' ini banyak dalam hidup kita. Fungsi sebenarnya a, karena bisa menjadi penanda, menjadi b.
Contoh sederhana adalah adzan shalat. Adzan shalat berkumandang 5 kali sehari. Adzan adalah panggilan shalat, sekaligus penanda masuk waktu shalat shubuh, dhuhur, asar, maghrib, atau isya. Lha kadang kita manusia ya menyalahgunakan, karena bisa menjadi penanda tadi. Adzan subuh penanda jadi waktu bangun, tidak segera shalat atau ke masjid, malah berangkat mancing bersama teman, karena janjiannya subuh berangkat.
Mobil adalah alat transportasi kita. Tapi mobil sekaligus penanda kualitas keuangan seseorang. Jadilah mobil sebagai simbol status sosial kita.
Wah, jangan jangan 'perubahan fungsi' ini banyak. Bisa jadi membuat hidup kita yang simple jadi rumit.