Terakhir, kita seolah di hadapkan pada logika, cara berfikir, yang kelihatannya masuk akal.
Ini contohnya :
Prostitusi sulit di hilangkan. Mulai dari pinggir jalan, sampai online. Agar tidak menimbulkan resiko aids, harus di atur, di kendalikan, di awasi. Caranya, kumpulkan saja, kasih aturan ketat. Lokalisasi. Tampaknya masuk akal. Lha wong nyatanya selama ini ya begitu, sulit di kendalikan.
Lagi. Miras sulit di hilangkan. Dari dulu memberantas miras ndak pernah berhasil. Malah korban tewas akibat minum oplosan marak di mana mana. Pembatasan miras malah menimbulkan mafia miras. Minimarket di larang jualan bir, di protes pengusaha dan para konsumennya.Di legalkan saja, tapi di atur. Kasih pajak yang tinggi.
Lagi. Bagi bagi uang pas pemilu sungguh sulit di hilangkan. Wong ya rakyatnya ya mau mau saja di kasih uang. Di legalkan saja, tapi di di atur tidak boleh lebih dari 5 ribu.
Mungkin masih banyak lagi yang lain. Logika yang bersliweran di publik. Hal yang tampaknya masuk akal.
Komentar saya, seperti wong jowo yang lagi kepepet. Ngono yo ngono, ning ojo ngono.
Logika itu ya boleh boleh saja, setiap orang ya boleh punya pendapat atau usulan. Tapi, apa ya harus seperti itu?
Tampaknya kita perlu berembug lagi untuk mengatur negeri ini. Katanya kita ini bangsa beragama, bangsa beradab. Ada seribu satu cara untuk menyelesaikan persoalan. Tidak segera menyerah pada logika yang 'kelihatannya masuk akal' tadi. Lha di mana aturan agama dan keberadaban kita?
Di sekolahan kita di ajari model pemecahan masalah, mulai dari korelasi, diagram tulang ikan yang apa namanya itu. Berbagai imu sosialpun ada, sosiologi, kriminologi, dan berbagai ilmu yang canggih canggih.
Ayuh, mari jadi wong Indonesia. Kita mulia karena agama, bukan karena logika yang 'kelihatannya masuk akal'.
EmoticonEmoticon