Tiga kata ini seolah tertanam di diri kita sejak kita duduk di bangku sekolah. Kata ini pula yang membuat kita ingin lari, bila di sebut kata belajar. Karena belajar, kita para manusia mempunyai kelebihan. Sebaliknya, ini pula kelemahan kita. Tanpa belajar kita bukan apa apa.
Kita sebenarnya kalah sama kucing dan sebangsanya. Panjenengan yang punya kucing, memelihara sejak kecil, tanpa indukan akan tahu. Kita tak perlu mengajari kucing menangkap tikus. Tak perlu mengajari, apabila jatuh posisi apapun, sampai di tanah kaki dulu yang menjejak.
Tiga kata ini pula yang membuat kita lebih memilih happy happy, yang ringan renyah. Acara tivipun akhirnya mayoritas berisi hal hal ringan, malah cenderung tingkah polah ndak jelas para presenter, atas nama hiburan. Pokoknya menghibur.
Saya kira akar persoalannya banyak, barangkali pendapat saya ini di perhatikan para cerdik cendekia, poro punggawa jejeging nagara.
Pertama, kita itu dalam urusan belajar lebih cenderung berorientasi nilai. Ya memang serba salah. Hasil pembelajaran itu butuh tolok ukur, dan tolok ukur itu adalah nilai. Persoalannya, seringkali substansi pembelajaran, nilai moral di balik pelajaran kadang menjadi susah di ingat. Ndak masuk ingatan.
Kedua, kalau para guru kita sudah berupaya keras mengajari kita, apa yang di ajarkan menjadi mudah lupa. Tertumpuk banyak hal. Apalagi tertumpuk hal ndak penting. Tawuran pelajar, tongkrongan, joged dangdut misalnya.
Ketiga, banyak yang kita pelajari tak berhubungan langsung dengan kehidupan keseharian kita. Panjenengan semua mungkin susah mengingat pelajaran cos, sin, tangen ketika sekolah dulu. Wong ya ndak berhubungan dengan urusan kita sehari hari.
Selamat belajar.
EmoticonEmoticon