Saya merasa belum menemukan bahasa Indonesia yang pas untuk menggantikan kata maido. Mencela? Agak dekatlah dengan kata mencela. Tapi kita yang bahasa ibunya bahasa Jawa, ya tetap merasa tidak sreg. Kalau boleh usul, bahasa Indonesia nya maido, adalah memaido.
Kita ini memang suka berkomentar, baik yang kita sukai maupun yang tidak kita sukai. Kadang komen kita itu cepat sekali, semacam reflek tubuh.
Obyek yang kita paido macam macam. Teman sekerja, kinerja teman yunior kita, sampai pada kinerja pemerintah. Bos bos kita yang sekolah, keahlian, dan ketrampilannya sundul langit itu. Lho...ini rak ya memaido juga. Lha itu tadi saya bilang, memaido itu semacam reflek tubuh kita...
Saya kira, agar memaido kita itu tidak merusak, perlu memperhatikan beberapa hal.
Pertama, lihat niat di hati kita. Kadang kita itu memaido karena dengki. Lihat orang bekerja, dalam hati kita merasa, sebenarnya hasil kerja dia lebih baik dari saya, cuma masih ada kurang sana sini. Karena rasa anyel, sebenarnya rasa dengki, kita eksploitasi saja kelemahannya. Memaido lah kita.
Kedua, perlu di pikir betul. Dampak memaido ini nanti menghasilkan perbaikan ndak? Kita ndak mungkin sampai pada yang kedua ini, sebelum kita memberesi nomer satu tadi, dengki. Memaido kadang jadi trending topik di dunia netizen, dan berdampak evaluasi kinerja pengelolaan negara. Tapi ya ada saja, memaido kemudian di balas memaido pula sama pendukung yang kita paido. Perang paido akhirnya.
Tampaknya, menurut saya, perlu di sosialisasikan etika maido. Ellhoh...apa iyya tho ya...maido kok pakai etika...
Atau gini saja, kita tanya orang Jepang...saya curiga, istilah maido itu berasal dari bahasa mereka, yang kita adaptasi. Tampaknya kok mirip bahasa Jepang. Haiikkk....
EmoticonEmoticon