Kita sering kerepotan dengan urusan opini. Kita yang jarang di depan tivi, sampai harus nyelakke waktu, liat berita. Yang jarang beli koran, nyelakke beli koran. Mendadak muncul komentator komentator, dari yang pro sampai kontra. Diskusi dadakan, mulai di hik sampai lapangan badminton. Ya itu, membicarakan opini.
Saya melihat, opini itu muncul karena beberapa komponen.
Pertama, ada kreator opini.
Kedua, materi yang di opinikan.
Ketiga, media penyebar opini.
Keempat, kita kita yang menjadi penyimak opini.
Opini ini terkadang membuat sesuatu tidak sesuai fakta. Benar jadi salah, salah jadi benar. Pahlawan jadi penjahat, penjahat jadi pahlawan. Kita pun juga, karena opini rasa anyel bisa menjadi simpati. Contoh nya, ada berita pencopet tertangkap warga, babak belur. Kita yang harus nya anyel sama pencopet, malah prihatin, 'kok ya mesakke tho....'
Ya itu, pintar nya kreator opini.
Tapi menurut saya kok ada yang aneh ya...si kreator opini seringkali tak tampak. Mungkin bersembunyi di belakang layar, sambil senyum senyum melihat kita heboh.
Mungkin nanti ada yang menamai anak nya opini, karena hebatnya istilah ini.
Share this
EmoticonEmoticon